Peristiwa
Festival Kesenian Yogyakarta XIX 2007
7 Juni - 27 Agustus 2007
Kompleks Taman Budaya Yogyakarta
Jl. Sriwedani No. 1, Yogyakarta
Telepon: (0274) 587 712
Yogyakarta, kota yang mulai menggeliat lagi setelah diguncang gempa bumi, menggelar Festival Kesenian Yogyakarta (FKY) yang ke-19. Dengan melibatkan sekitar 2500 seniman Indonesia dan luar negeri, FKY tahun ini bertemakan "Anak Muda dan Keberagaman".
FKY dibuka antara lain dengan pawai dan tari di Monumen Serangan Oemoem Satu Maret (9/6). Selain pusatnya di pasar seni, Benteng Vredeburg, acara juga bertempat di Jl. Jend. Ahmad Yani, Studio Banjarmili, bekas gedung ASRI, hingga pantai Parangkusumo, Bantul. Berbagai cabang kesenian mendapat tempat. Dalam bidang sastra ada acara bedah novel, lomba puisi, musikalisasi puisi, diskusi proses kreatif, dan baca dongeng. Ada juga pemutaran film dokumenter, pertunjukan wayang; musik, tari, pameran seni visual, peragaan busana, festival layang-layang, sampai lomba "Waria on Stage". FKY pun melibatkan anak-anak korban gempa.
Agenda yang cukup menarik misalnya pameran seni rupa bertajuk Shout Out di Taman Budaya Yogyakarta pada 22 Juni hingga 2 Juli. Kurator Kuss Indarto dan ko-kurator Arie Diyanto menampilkan 36 seniman dan kelompok kesenian Yogyakarta, Jakarta, Solo, Magelang dan Wonogiri di Taman Budaya Yogyakarta. Street art, busana, lukisan, instalasi, dan sound art. Shout Out juga menampilkan copy karya para eksponen Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB).
ScreenDocs!
Pemutaran & Diskusi Film Dokumenter
8-14 Juni 2007
Kine Forum, Studio 1 Studio 21 TIM
www.layarperak.com/kineforumdkj.php
[email protected]
Telepon: (021) 3162780
ScreenDocs!, agenda bulanan In-Docs (Indonesian Documentary), bekerja sama dengan Kine Forum Taman Ismail Marzuki akan memutar film dokumenter Indonesia berjudul The First Step dan Death in Jakarta. The First Step karya Aryo Danusiri menceritakan tentang konflik antarsuku Madura dan Melayu di Sambas, Kalimantan Barat tahun 1999. Bagi kebanyakan migran di sana, konflik tersebut sangat traumatis. Namun beberapa perempuan Madura mulai menjajaki lagi hubungan dengan orang-orang Melayu.
Death in Jakarta, pemenang Kompetisi Naskah kategori Dokumenter Pendek pada Jakarta International Fil Festival 2005, mengangkat tema mengurus kematian yang merepotkan dan mahal di Jakarta. Film berdurasi 28 menit ini disutradarai Ucu Agustin
Diskusi dengan tema "Bedah Film" pada 13 Juni 2007, pkl.17.30 WIB di tempat yang sama, akan menghadirkan pembicara Ucu Agustin (sutradara film Death in Jakarta) dengan moderator Yos Rizal (Redaktur bidang seni Majalah TEMPO).
Kegiatan lain In-Docs, organisasi nirlaba di bawah naungan Yayasan Masyarakat Mandiri Film Indonesia, yang juga tengah berlangsung termasuk pelatihan film.
Seratus Menit
(Monolog Putu Wijaya dan Teater Mandiri)
27 dan 28 Juni 2007 pukul 20.00 WIB
Gedung Kesenian Jakarta
Jl. Gedung Kesenian No.1
Jakarta
www.gedungkesenianjakarta.com
[email protected]
Telepon: (021) 3808283
Seratus Menit adalah judul lakon sekaligus durasi monolog yang akan dibawakan aktor kawakan Putu Wijaya. Dalam durasi yang cukup panjang ini, Putu akan berbicara tanpa jeda tentang sengkarut hidup manusiaâ€"dengan gayanya yang spontan, mengejutkan, dan jenaka. Bahan monolog ini diambil dari beberapa cerpen Putu. Misalnya tentang setan yang mau meningkatkan akhlaknya, atau kemerdekaan yang malah bisa menghadirkan bencana.
Putu Wijaya, yang dikenal sebagai "peneror mental", akan kembali membawakan gaya teaternya yang kerap mengaduk emosi penonton. Aktor dan sutradara berusia 63 tahun ini akan menampilkan kepiawaiannya menjelmakan properti panggung menjadi hal-hal yang tak terduga: pecut menjadi tubuh setan yang terkulai, handuk menjadi kelamin laki-laki, atau bayangan tangan menjadi jutaan perkutut yang beterbangan.
Monolog ini telah dimainkan di Universitas Indonesia dan Universitas Parahyangan, dan akan diteruskan ke Universitas Petra Surabaya serta Institut Pertanian Bogor.
Festival Seni Surabaya
1-15 Juni 2007
Kompleks Balai Pemuda
Jl. Gubernur Suryo 15, Surabaya
Telepon: (031) 5474704
Situs: www.surabayaartsfestival.org
Festival Seni Surabaya (FSS) yang digelar setiap tahun semula bertujuan memaknai ritual Hari Jadi Surabaya, tetapi kini kian memantapkan diri sebagai salah satu arena penting bagi unjuk cipta seniman Indonesia dan mancanegara. Memasang tema "Peradaban Baru", FSS yang ke-10 tahun ini menampilkan seni pertunjukan, seni rupa, film, dan sastra karya seniman dari dalam dan luar negeri. Dari dunia seni pertunjukan akan tampil antara lain Slamet Gundono, teater boneka Prancis "Cie C'Koi Ce Cirk", Teater Populer dan Teater Mandiri, Sujiwo Tejo, musik topologi dari Australia, kelompok tari Gangsadewa dari Yogyakarta, serta Neerja Srivastava dari India. FSS tahun ini juga menjadi ajang pameran seni rupa kontemporer, selain menggelar pameran lukisan, pemutaran film dan video, termasuk film-film indie pilihan. Akan ada pula peluncuran buku kumpulan puisi sejumlah penyair Jawa Timur dan provinsi lain.
Pembacaan Sastra & Diskusi Bersama Hans-Ulrich Treichel
6 Juni 2007, 19.30 WIB
Goethe-Institut Jakarta
Jl. Sam Ratulangi 9-15, Menteng
Jakarta Pusat
Situs: www.goethe.de/jakarta
Hans-Ulrich Treichel mulai mendapat nama setelah terbit novel pertamanya, Der Verlorene (1998), yang kemudian diterjemahkan ke bahasa Inggris dengan judul Lost. Dengan latar akhir Perang Dunia II, novel biografis itu menceritakan seorang anak yang kehilangan kakak laki-lakinya saat orangtuanya melarikan diri dari Eropa Timur, tetapi kemudian merasa terancam setelah kakak yang dikiranya telah mati itu ditemukan. Bertemakan rasa bersalah yang diwariskan ke generasi pasca-perang, karya Treichel itu menjadi salah satu bacaan wajib di sekolah Jerman.
Setelah menerbitkan beberapa kumpulan puisi dan libreto, Treichel menulis novel Menschenflug (2005), yang bisa dibilang lanjutan Der Verlorene. Saat tokoh Hans-Stephan menginjak masa krisis paruh baya, kisah masa lalu dirinya yang kehilangan seorang kakak membuat sang tokoh akhirnya meninggalkan pekerjaan yang dia senangi.
Treichel adalah seorang dosen penulisan kreatif di Institut Sastra Jerman Leipzig (Das Deutsches Literaturinstitut Leipzig), lembaga pendidikan penulisan berbahasa Jerman yang telah menghasilkan banyak penulis baru yang cemerlang. Di Jakarta, peraih Hadiah Hermann Hesse tahun 2005 ini akan membacakan penggalan novelnya (disertai terjemahan bahasa Indonesia). Acara dilanjutkan dengan diskusi tentang motif-motif dalam karyanya, kegiatan dia sebagai seorang dosen penulisan kreatif, juga tentang sastra Jerman serta kesusastraan pada umumnya.